Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pendidikan
memegang peranan yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber
daya manusia dan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya
proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka Pemerintah telah berupaya
mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang
lebih berkualitas melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem
evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar,
serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi kenyataan
belum cukup dalam meningkatkan kualitas pendidikan (Depdiknas, 2001:2).
Dalam Undang-undang RI No.20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa Pendidikan merupakan
kunci kemajuan, semakin baik kualitas pendidikan yang diselenggarakan oleh
suatu masyarakat/bangsa, maka akan diikuti dengan semakin baiknya kualitas
masyarakat/bangsa tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam
kaitan ini maka muncullah salah satu pemikiran ke arah pengelolaan pendidikan
yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan melaksanakan
berbagai kebijakan secara luas. Pemikiran ini dalam perjalanannya disebut
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
merupakan suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan
kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan
pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta
menjalin kerja sama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.
Manajemen
Berbasis Sekolah dapat didefinisikan sebagai suatu proses kerja komunitas
sekolah dengan cara menerapkan kaidah-kaidah ekonomi, akuntabilitas,
pertisipasi dan substainabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan dan
pembelajran secara bermutu.
Di
Indonesia, gagasan penerapan pendekatan ini muncul belakangan sejalan dengan
pelaksanaan otonomi daerah sebagai paradigma baru dalam pengoperasian sekolah.
Selama ini, sekolah hanyalah kepanjangan tangan birokrasi pemerintah pusat
untuk menyelenggarakan urusan politik pendidikan. Para pengelola sekolah sama sekali
tidak memiliki banyak kelonggaran untuk mengoperasikan sekolahnya secara
mandiri. Semua kebijakan tentang penyelenggaran pendidikan di sekolah umumnya
diadakan di tingkat pemerintah pusat atau sebagian di instansi vertikal dan
sekolah hanya menerima apa adanya.Apa saja muatan kurikulum pendidikan di
sekolah adalah urusan pusat, kepala sekolah dan guru harus melaksanakannya
sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya. Anggaran pendidikan
mengalir dari pusat ke daerah menelusuri saluran birokrasi dengan begitu banyak
simpul yang masing-masing menginginkan bagian. Tidak heran jika nilai akhir
yang diterima di tingkat paling operasional telah menyusut lebih dari
separuhnya.Kita khawatir, jangan-jangan selama ini lebih dari separuh dana pendidikan
sebenarnya dipakai untuk hal-hal yang sama sekali tidak atau kurang berurusan
dengan proses pembelajaran di level yang paling operasional, sekolah. MBS
adalah upaya serius yang rumit, yang memunculkan berbagai isyu kebijakan dan
melibatkan banyak lini kewenangan dalam pengambilan keputusan serta tanggung
jawab dan akuntabilitas atas konsekuensi keputusan yang diambil. Oleh sebab
itu, semua pihak yang terlibat perlu memahami benar pengertian MBS, manfaat,
masalah-masalah dalam penerapannya, dan yang terpenting adalah pengaruhnya
terhadap prestasi belajar murid. Manajemen Berbasis Sekolah memiliki banyak
bayangan makna. Ia telah diimplementasikan dengan cara yang berbeda dan untuk
tujuan berbeda dan pada laju yang berbeda di tempat yang berbeda. Bahkan konsep
yang lebih mendasar dari“sekolah” dan “manajemen” adalah berbeda, seperti
berbedanya budaya dan nilai yang melandasi upaya-upaya pembuat kebijakan dan
praktisi. Akan tetapi, alasan yang sama di seluruh tempat dimana Manajemen
Berbasis Sekolah diimplementasikan adalah bahwa adanya peningkatan otoritas dan
tanggung jawab di tingkat sekolah, tetapi masih dalam kerangka kerja yang
ditetapkan di pusat untuk memastikan bahwa satu makna sistem terpelihara.
Pelaksanaan
dan penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah yang melibatkan masyakat secara
aktif dalam setiap langkah yang ditempuh oleh pihak sekolah adalah merupakan
pemaknaan dari penerapan konsep Manajemen Berbasis Sekolah, namun disebabkan
hal tersebut adalah suatu konsep dalam pendidikan, sehingga perlu untuk
melakukan suatu kajian untuk melihat keaktifan masyarakat dalam penerapan
konsep Manajemen Berbasis Sekolah.
Dalam
manajemen berbasis sekolah di Indonesia untuk muatan lokal mengharuskan setiap
satuan pendidikan diharapkan dapat mengembangkan dan memunculkan keunggulan
program pendidikan tertentu sesuai dengan latar belakang tuntutan
lingkungansosial masyarakat. Dengan otonomi sekolah dalam arti luas mempunyai
fungsi untuk menghubungkan program-program sekolah dengan seluruh kehidupan
peserta didik dan kebutuhan lingkungan sehingga setelah siswa menyelesaikan
pendidikan pada satuan pendidikan mereka siap pakai sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
BAB
II
BEBERAPA PENDAPAT DAN
TEORI-TEORI TENTANG MBS
Dalam pembahasan kali ini saya membahas
beberapa pendapat dan teori-teori manejemen berbasis sekolah yang berfungsi
sebagai bahan referensi instrumen penilaian implementasi MBS apakah nantinya
sekolah yang lakukan penelitian sudah sesuai dengan teori daripada manejemen
berbasis sekolah
Sejalan
dengan perkembangan sejarah dan berdasarkan situasi penerapannya, manajemen mempunyai
beberapa fungsi-fungsi manajemen adalah serangkaian berbagai kegiatan wajar
yang telah ditetapkan dan memiliki hubungan saling ketergantungan antara yang
satu dengan yang lainnya, dan dilaksanakan oleh orang-orang, lembaga atau
bagian-bagiannya, yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
tersebut. Komarudin (2004:26)
Dan pengertian di atas menunjukkan bahwa
fungsi-fungsi manajemen itu berbentuk kegiatan-kegiatan yang berturutan dan
berhubungan sehingga satu kegiatan menjadi syarat bagi kegiatan lainnya.
Kegiatan-kegiatan tersebut harus dan dapat dilakukan oleh seseorang atau
kelompok yang tergabung dalam suatu organisasi. Selanjutnya menurur Donell menyatakan
bahwa fungsi-fungsi manajemen itu perlu dilakukan oleh presiden, menteri,
rektor, dekan, pemuka agama, dan pimpinan lembaga pemerintah dan
kemasyarakatan, dan seterusnya.
Kemudian Siagian mengelompokkan fungsi
manajemen ke dalam dua bagian utama, yaitu fungsi organik dan fungsi pelengkap,
yang dimaksud fungsi utama adalah semua fungsi manajemen yang harus secara
mutlak dilaksanakan dalam kegiatan pengelolaan. Apabila salah satu fungsi tidak
dilakukan maka kegiatan dalam organisasi akan terhambat atau mungkin akan
gagal. Sedangkan yang disebut sebagai fungsi pelengkap adalah sebagai
penyempurna fungsi organik, sehingga fungsi organik ini dapat secara berdaya
guna dan berhasil guna. Yang termasuk ke dalam fungsi pelengkap antara lain
kegiatan berkomunikasi dan memanfaatkan fasilitas pendukung untuk mencapai
tujuan organisasi. Kedua fungsi itu, baik fungsi organik maupun fungsi
pelengkap dapat dipersatukan, karena yang disebut fungsi kedua dapat diterapkan
dalam fungsi yang disebut pertama.
Dalam
buku Panduan Manajemen Sekolah dikemukakan
bahwa Memanage atau mengelola sekolah berarti mengatur seluruh potensi sekolah
agar berfungsi secara optimal dalam mencapai tujuan sekolah. (Depdikbud, 2000 :
3). Dengan demikian segala upaya yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam upaya
mengeloia dan mengatur seluruh potensi yang terlibat dalam kegiatan pendidikan
di sekolah pada dasarnya merupakan suatu proses dari manajemen sekolah.
Adapun mengenai bidang-bidang
adminisrasi pendidikan/sekolah dibagi menjadi tiga bidang yaitu :
1. Bidang kependidikan, atau bidang
edukatif, yang menyangkut kurikulum, metode dan cara mengajar, evaluasi dan
sebagainya.
2. Bidang personil, yang mencakup
unsur-unsur manusia yang belajar, yang mengajar dan personil lain yang
berhubungan dengan kegiatan-kegiatan belajar mengajar.
3. Bidang alat dan keuangan, sebagai
alat-alat pembantu untuk melancarkan situasi belajar mengajar dan untuk
mencapai tujuan pendidikan sebaikbaiknya.
Manajemen Sumber daya manusia
(personalia), bidang ini merupakan bidang manajemen
sekolah yang sangat penting, sumber daya manusia akan berperan secara optimal
jika dikelola dengan baik dalam pencapaian tujuan pendidikan, oleh karena itu
dalam pelaksanaanya perlu diupayakan agar setiap komponen sumber daya manusia
yang ada di sekolah dapat bekerjasama dan saling mendukung dalam mencapai
tujuan sekolah. Adapun peran yang mesti dilaksanakan dalam bidang ini menurut
(Depdiknas : 78) adalah : (a) Pengadaan tenaga, (b) Pemanfaatan tenaga, dan (c)
Pembinaan dan pengembangan, ketiga aspek tersebut tidak berdiri secara terpisah
melainkan merupakan suatu siklus yang berkesinambungan.
Pengadaan tenaga atau rekrutmen mencakup
upaya pencarian calon tenaga yang memenuhi syarat, untuk itu langkah ini perlu
didahului dengan analisis pekerjaan agar pengadaan tenaga sesuai dengan
kebutuhan, serta kondisi sekolah yang kekurangan tenaga, untuk itu perlu
dilakukan perbandingan jumlah, jenis dan kualifikasi jabatan dari hasil
analisis pekerjaan dengan tenaga yang dimiliki, sedangkan dalam upaya
pengembangan tenaga di sekolah terdapat tiga aspek penting yang harus
diperhatikan yaitu : (a) Peningkatan profesionalisme, (b) Pembinaan karier, dan
(c) Pembinaan kesejahteraan, peningkatan profesionalisme dapat dilakukan
melalui pengikutsertaan tenaga (guru dan staf) dalam pelatihan/penataran yang
sesuai serta mendorong mereka untuk mengikuti kuliah lanjutan, disamping itu
penyediaan buku-buku referensi sangat penting dalam meningkatkan wawasan para
guru dan staf.,
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) agar menghasilkan
kualitas yang lebih unggul harus memperhatikan aspek-aspek mutu yang harus
dikendalikan secara komprehensif (Fattah, 2004 : 15) :
(1) karakteristik
mutu pendidikan, baik input, proses maupun output.
(2) pembagian
(cost).
(3) metode
atau delivery sistem penyampaian
bahan/materi pelajaran.
(4) pelayan
(service) kepada siswa dan
orangtua / masyarakat.
Manajemen
berbasis sekolah secara konseptual akan berdampak terhadap peningkatan kinerja
sekolah dalam hal mutu, efisiensi manajemen keuangan, pemerataan kesempatan dan
pencapaian tujuan politik (perkembangan iklim demokrasi) suatu bangsa lewat
perubahan kebijakan desentralisasi di berbagai aspek seperti politik, edukatif,
administratif dan anggaran pendidikan.
Fattah
(2004: l9), mengatakan bahwa : MBS sebagai konsep desentralisasi pendidikan
dilatarbelakangi oleh alasan-alasan (1) wilayah Indonesia yang secara
geografis sangat luas dan beraneka ragam, (2) aneka ragam golongan dan
lingkungan sosial, budaya, agama, ras dan
etnik serta bahasa, (3) besarnya jumlah dan banyaknya jenis populasi pendidikan
yang tumbuh sesuai dengan perkembangan ekonomi, iptek, perdagangan, dan sosial
budaya, (4) perluasan lingkungan suasana yang menimbulkan aspirasi dan gaya
hidup yang berbeda antar wilayah, (5) perkembangan sosial politik, ekonomi,
budaya yang cepat dan dinamis menuntuk penanganan segala persoalan secara cepat
dan dinamis.
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) menjadi trend baru dalam restrukturisasi sistem
pendidikan di Indonesia sebagai aplikasi dari pelaksanaan Undang-undang nomor
22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Prakarsa MBS mulai diterapkan untuk
tingkat SLTP dan SMU pada tahun 1999 dengan nama Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah (MPMBS). Prinsip-prinsip utama yang ingin dikembangkan pada
pendekatan MPMBS adalah : fokus pada mutu, bottom-up planning and
decision-making, manajemen yang transparan, pemberdayaan masyarakat, dan
peningkatan mutu secara berkelanjutan (sustable improvement). (Depdiknas,
2002 : 5).
MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau
memperdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan
mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif.
Lebih rincinya, MPMBS bertujuan untuk (Depdiknas, 2001 :4) :
- Meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memperdayakan sember daya
yang tersedia;
- Meningkatkan kepedulian warga sekolah
dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan
bersama;
- Meningkatkan tanggung jawab sekolah
kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan
- Meningkatkan kompetisi yang sehat
antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
MBS menekankan pada kemandirian dan
kreatif sekoiah sebagai alternatif baru menuju perbaikan proses pembelajaran
sehingga berimplikasi pada terbentuknya sekolah yang berpenanpilan unggul, yang
mana sekolah yang berpenampilan unggul memerlukan upaya pemberdayaan sekolah
dalam meningkatkan kegiatan-kegiatannya terutama dalam menyampaikan pelayanan
yang bermutu kepada muridnya (klien). Oleh karena itu sekolah yang
berpenampilan unggul atau kinerja unggul menempatkan sumber-sumber informasi,
pengetahuan dan keterampilan dalam upaya perbaikan sekolah serta akuntabilitas
diyakini sebagai faktor utama yang mempengaruhi sekolah unggul.
Pengertian
Manajemen Kurikulum
Manajemen Kurikulum mengacu
pada buku Panduan Manajemen Sekolah
merupakan upaya untuk mengelola agar kurikulum di sekolah berjalan baik, dalam
hubungan ini pengelolaannya harus diarahkan agar proses pernbelajaran dapat
berjalan dengan baik, tolok ukurnya adalah bagaimana pencapaian tujuan oleh
siswa sebagai akibat proses pembelajaran, menurut Djam’an Satori (2000)
tugas-tugas yang tercakup dalam bidang kurikulum adalah :
a)
Menyelenggarakan
perumusan tentang tujuan-tujuan kurikulum
b)
Menyelenggarakan isi
(content), susunan (scope) dan organisasi kurikulum
c)
Menghubungkan kurikulum
dengan waktu, fasilitas-fasilitas fisik dan personil yang tersedia
d)
Menyelenggarakan
bahan-bahan, sumber-sumber dan perlengkapan buat program pengajaran
e)
Menyelenggarakan
supervisi pengajaran.
Dari pendapat di atas nampak bahwa
manajemen kurikulum menitik beratkan pada upaya untuk mengelola proses
pembelajaran siswa agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan, lebih jauh
Depdiknas (2000 : 67-70) secara lebih rinci dalam buku Panduan Manajemen Sekolah disebutkan
kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan dalam manajemen kurikulum yaitu :
a) Menjabarkan
GBPP menjadi Analisis Mata Pelajaran
b) Menyusun Program Tahunan
c) Menyusun
Program Catur Wulan
d) Menyusun program satuan pelajaran
e) Membuat
rencana pengajaran
f) Melakukan
penbagian tugas mengajar
g) Menyusun
jadwal pelajaran
h) Menyusun
jadwal kegiatan pengayaan
i)
Menyusun jadwal
ekstrakurikuler
j)
Menyusun jadwal
penyegaran Guru
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan
kurikulum yaitu berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu, menjelaskan
pengalaman belajar, merupakan hasil belajar dan dapat didefenisikan secara
jelas dan distandarisasi. Dengan diberlakukannya kebijakan tentang Kurikulum
Berbasis Kompetensi yaitu perangkat perencanaan dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan
belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum sekolah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.
Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dikembangkan dengan prinsip
(Sanusi, 1989:19):
·
Mampu beradaptasi
dengan berbagai perubahan fleksibel sesuai dengan perkembangan jaman dan (IPTEK)
·
Pengembangan melalui
proses akreditas yang memungkinkan mata pelajaran dimodifikasi
Pengembangan Kurikulum yang beragam mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, standar
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional
pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 bahwa
pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk:
(a) Belajar
untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
(b) Belajar
untuk memahami dan menghayati;
(c) Belajar
untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif;
(d) Belajar
untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan
(e) Belajar
untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif,
kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Kewenangan sekolah dalam menyusun
kurikulum memungkinkan sekolah menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa,
keadaan sekolah, dan kondisi daerah. Dengan demikian, daerah dan/atau sekolah
memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan hal-hal yang
diajarkan, pengelolaan pengalaman belajar, cara mengajar, dan menilai
keberhasilan belajar mengajar.
Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 6 Ayat (1)
menyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
1.
Kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
2.
Kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
3.
Kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
4.
Kelompok
mata pelajaran estetika;
5.
Kelompok
mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Berdasarkan cakupan kelompok mata pelajaran tersebut, dapat
dipaparkan tujuan pengembangan kurikulum adalah sebagai berikut.
1.
Membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta berakhlak mulia;
2.
Meningkatkan
kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan kewajiban dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta meningkatkan kualitas
dirinya sebagai manusia;
3.
Mengenal,
menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta menanamkan
kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri;
4.
Meningkatkan sensitivitas, kemampuan
mengekspresikan, dan kemampuan mengapresiasi keindahan dan harmoni;
5.
Meningkatkan potensi fisik serta menanamkan
sportivitas dan kesadaran hidup sehat
Hakekat
Peningkatan Pembelajaran
Pembelajaran
merupakan rangkaian proses kegiatan belajar mengajar yang dimulai dari
kompetensi siswa dalam memahami tentang pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak,
dilakukan secara konsisten dan terus menerus. Peningkatan Pembelajaran
bergantung kepada kurikulum yang diterapkan disekolah.
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program
pembelajaran dimana hasil belajar atau program pembelajaran dimana hasil
belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, sistem penyampaian
dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak
perencanaan dimulai (Sanusi, 1989:19). Komponen Pokok Pembelajaran Berbasis
Kompetensi antara lain :
·
Kompetensi yang akan
dicapai
·
Strategi penyampaian
untuk mencapai kompetensi
·
Sistem evaluasi atau
pengujian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai
kompetensi
Manfaat pembelajaran berbasis kompetensi dalam meningkatkan prestasi
hasil belajar antara lain (Sanusi, 1989:19):
· Menghindarkan duplikasi dalam pemberian
materi pelajaran
·
Mengupayakan konsisten
kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajar suatu mata pelajaran
·
Meningkatkan
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan dan kesempatan siswa
·
Membantu dan
mempermudah pelaksanaan akreditas
·
Memperbaharui sistem
evaluasi dan pelaporan hasil belajar siswa
·
Memperjelas komunikasi
dengan siswa tentang tugas, kegiatan atau pengalaman belajar
·
Meningkatkan
akuntabilitas publik
·
Memperbaiki sistem
sertifikasi
Kompetensi merupakan gambaran penampilan suatu
kemampuan tertentu secara utuh/bulat yang merupakan perpaduan antara
pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Kompetesi lulusan
berisi seperangkat kompetensi yang harus dikuasai lulusan yang menggambarkan
profil lulusan secara utuh. Kompetesi lulusan menggambarkan berbagai aspek
kompetesi yang harus berhasil dikuasai yang mencakup askep kognitif, afektif
maupun psikomotor. Kompetensi lulusan ditentukan berdasarkan : Visi dan Misi
lembaga penyelenggaraan pendidikan, tuntutan masyarakat, perkembangan IPTEK,
masukan dari kalangan profesi, hasil analisis tugas dan prediksi tantangan
mendatang.
Dalam mengukur prestasi hasil belajar dilakukan
standarisasi yang telah ditentukan seperti (Depdikbud, 2002):
·
Batas dan arah kemampuan yang harus dimiliki dan
dapat dilakukan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran
·
Memperlakukan peserta didik sesuai dengan potensinya
dan membantu mereka agar mampu melakukan sesuai dengan kemampuannya
·
Menuntut peserta didik untuk mencapai peringkat
prestasi dan performa tertentu.
Pengertian standar kompetesi merupakan pernyataan
tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dikuasai siswa serta
tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu mata
pelajaran. Standar kompetesi mencakup (Depdikbud, 2002):
1.
Standar isi (content standards)
Pernyataan
tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus kuasai siswa dalam
mempelajari mata pelajaran tertentu
2.
Standar penampilan (performance standards)
Pernyataan
tentang kriteria untuk meningkatkan tingkat penguasaan siswa terhadap standar
isi
Pembelajaran yang dicapai oleh siswa sekolah menengah
secara khusus bertujuan untuk (Depdikbud, 2002):
·
Memberikan kemampuan minimal bagi lulusan utnuk
melanjutkan pendidikan dan hidup dalam masyarakat
·
Menyiapkan sebagian besar warga negara menuju
masyarakat belajar pada masa yang akan datang
·
Menyampaikan lulusan menjadi anggota masyarakat
yang memahami menginternalisasi perangkat gagasan dan nilai masyarakat beradab
dan cerdas.
·
Meyakini, memahami dan menjalankan ajaran agama
yang diyakini dalam kehidupan
·
Memahami dan menjalankan hak dan kewajiban untuk
berkarya dan menanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab
·
Berfikir secara logis, kritis, kreatif inovatif,
memecahkan masalah serta berkomunikasi melalui berbagai media
·
Menyenangi dan menghargai seni
·
Menjalankan pola hidup bersih, bugar dan sehat
·
Berpartisipasi dalam kehidupan sebagai cermin
rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.
BAB III
ANALISIS DATA DARI HASIL INSTRUMENT EVALUASI IMPLEMENTASI
TENTANG MBS DAN DIKAITKAN DENGAN TEORI-TEORI MBS
Setelah
saya melakukan penelitian dalam hal penilaian implementasi manejemen berbasis
kompetensi di SDN.Sudirman III Selama beberapa hari saya dapat menyimpulkan
atau memberikan penilaian pada instrument penilaian implementasi MBS sesuai
yang terjadi pada sekolah tersebut. Dalam melakukan penelitian saya betul-betul
memberikan penilaian yang obyektif sesuai yang terjadi pada sekolah tersebut
sehingga kita dapat mengetahui sejauh mana sekolah tersebut menerapkan manajemen yang berbasis kompetensi sesuai realitas kenyatan yang sebenarnya harus di laksanakan
dan tidak hanya bersifat teori tetapi
dengan adanya penelitian turun langsung ke sekolah dalam hal penilaian
implementasi MBS, saya dapat menemukan berbagai macam realita kesesuaian
pelaksaan teori MBS pada sekolah tersebut sehingga dengan melakukan penetian
ini saya dapat menarik kesimpulan untuk memberikan penelian pada setiap aspek
yang di nilai pada instrument penilain implementasi MBS
Adapun analisis
data dari hasil instrument evaluasi implementasi MBS kemudian di kaitkan dengan
teori-teori MBS pada pembahasan bab II mengenai kajian teoritis pada
SDN.Sudirman III akan saya uraikan satu persatu pada pembahasan di bawah ini
1. Apakah visi sekolah mengandung wawasan ke
depan ?
Setelah saya melakukan pengamatan tentang
keberadaan visi sekolah tersebut mengandung wawasan dan saya memberikan nilai
C. (Ya dan jelas) karena dengan melihat kondisi sekolah yang ada terkandung
makna dari visi tersebut dan mencerminkan wawasan ke depan kerena di lihat dari
stakeholders yang ada pada sekolah tersebut sangat profesional dalam
menjalankan tugasnya dan saling bekerja sama dalam mewujudkan visi tersebut
makanya sekoalh tersebut telah menerapkan konsep daripada MBS
2. Apakah misi sekolah mengandung tindakan
untuk mencapai visi?
Dari hasil pengamatan saya terhedap
sekolah sudirman mengenai misi sekolah mwngandung tindakan untuk mencapai visi
yang telah di tetapkan oleh pihak sekolah tersebut bahwa sekolah tersebut
benar-benar mengandung kesan tindakan untuk mencapai visi dan misi yang telah
di tentukan dan saya memberikan nilai C
3.
Apakah
tujuan sekolah mengandung apa yang ingin
di capai dan kapan Waktunya?
Ketika saya melakukan pengamatan pada
sekolah sdn sudirman apakah tujuan sekolah mengandung apa yang di capai dan kapan waktunya dari hasil
pengamatan,saya melihat sekolah tersebut memiliki tujuan yang jelas tapi kapan waktunya butuh proses
melihat hasil dari tujuan yang ingin di capai tapi dengan melihat semangat dan
kerja sama dalam pencapaian tujuan dan saya memberikan nilai C.
4. Apakah tantangan sekolah nyata yang
mengandung minimal satu aspek kualitas,kuantitas,efektifitas dan efisiensi?
Dari hasil pengamatan saya mengenai aspek
tersebut,saya melihat ada (ya dan rinci)karena terlihat dalam bentuk aplikasi
pencapaian aspek tersebut sekolah mungkin sudah mengetahui dan memahami
bagaimana penerapan teori-teori MBS yang berkaitan dengan peningkatan
kualitas,kuantitas,efektifitas dan efisiensi terhadap peningkatan SDM siswa
siswi yang ada pada sekolah tersebut.
5. Apakah tantangan sekolah tersebut
enunjukan kesenjangan yang terjadi di sekolah?
Setelah saya melakukan pengamatan terhadap
aspek, mengenai keberadaa kesenjangan yang terjadi di sekolah tersebut
kesenjangannya ada tetapi tidak rinci karena terlihat masih ada beberapa pihak
yang tidak kompak dalam hal pencapaian tujuan
6. Apakah sasaran program mengandung adanya
suatu peningkatan yang di inginkan?
Ketika saya melakukan pengamatan mengenai aspek
ini dari pihak sekolah sudah memiliki program untuk peningkatan yang di
inginkan, karena terlihat dari programnya yang cukup jelas dan di dukung
saran, prasarana dan daya pendukung
lainnya yang sudah memadai dan saya memberikan nilai C (ya dan terukur)
7. Apakah ada program peningkatan mutu dengan
sasaran yang rinci?
Dari hasil pengamatan saya tentang aspek tersebut
saya melihat ada usaha dari segi konsep yang di utarakan oleh pihak sekolah
dalam hal program peningkatan mutu terhadap siswa siswi di sekolah tersebut,
namun untuk membuktikan ketercapaian program tersebut membutuhkan waktu yang
agak lama tetapi paling tidak ada usaha dari pihak sekolah untuk meningkatkan
mutu di sekolah tersebut dan saya memberikan nilai C (ada rinci)
8. Apakah ada penanggung jawab program untuk
setiap program?
Saya melihatnya ketika berbicara mengenai
penanggunjawab untuk setiap program saya
melihat ada dan sesuai dengan keahlian masing-masing tapi kalau berbicara
program semua pihak yang ada di sekolah tersebut baik guru maupun kepala
sekolah semuanya harus bertanggungjawab atas program tersebut karena semuanya harus menjalakan program itu
9. Apakah ada rincian program untuk
mewujudkan sasaran tersebut dari hasil pengamatan saya tentang aspek tersebut
saya melihat ada rincian program untuk mewujudkan sasaran yang ingin di capai
dari sekolah dan tinggal menunggu hasilnya apakah program tersebut tepat
sasaran sesuai rencana. Namun dengan melihat perkembangan yang ada saya melihat
sudah ada kemajuan SDM yang lebih baik ang di tunjukan oleh siswa dan siswi di
sekolah tersebut dan itulah sebuah hasil dari program yang telah di jalankan
oleh sekolah.
10.Apakah ada jadwal kegiatan dari hasil pengamatan saya
tentang aspek tersebut?
Saya melihatnya ada dan kegiatan tersebut di
laksanakan sesuai jadwal yang di tetapkan dan saya memberikan nilai C (ada dan
rinci)
11.Apakah ada recana anggaran dari hasil
pengamatan, ketika saya mempertanyakan hal itu pihak sekolah menjawabnya ada
dan rinci karena mereka memperlihatkan rencana anggaran yang di rancang oleh
pihak sekolah tentang apa-apa yang harus di anggarkan mengenai kebutuhan
sekolah demi tercapainnya rencana program yang sudah di buat oleh sekolah
tersebut
12.Apakah penyusunan program dan anggaran
sekolah melibatkan warga sekolah?
Ketika saya melakukan pengamatan tentang aspek ini
pihak sekolah mengatakan mereka melibat semua waraga sekolah dan orang tua
siswa dalam penyusunan program dan anggaran sekolah supaya semua warga sekolah
tahu dan mengerti mengenai apa tujuan dan di butuhkan oleh sekolah agar
nantinnya semua pihak baik warga maupun orang tua siswa sudah tidak ada lagi
yang tidak mengerti program yang akan di laksanakan oleh sekoalah
Demikianlah hasil
analisis data dari hasil instrumen evaluasi implementasi MBS di sekolah
SDN.Sudirman III dan dikaitkan dengan teori-teori MBS yang sudah ada. semoga
menjadi sebuah bahan pertimbangan ketika menemukan suatu aspek yang berkaitan
dengan instrumen penilaian di atas menjadi jalan keluar demi terciptanya
sekolah yang mencerminkan teori-teori MBS.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Manajemen
berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah
untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus menerus. Dapat
juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah
penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan
melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah
secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Agar
implementasi berjalan dengan baik maka harus ada hubungan baik antara guru
dengan murid, guru dengan guru serta sekolah dengan masyarakat. sekolah masih
ragu dan belum menyeluruh dalam penerapan MBS disekolahnya pendanaan yang
didapatkan sekolah ini diantaranya adalah dari BOS Reguler, bantuan pemerintah
daerah, SPP dan infaq harian sekolah selalu menjunjung tinggi transparasi
pendanaan pendidikan terhadap masayarakat kegiatan yang dilakukan sekolah
selalu didukung dan diapresiasi oleh masyarakat masyarakat sangat berperan
aktif dalam perkembangan sekolah
Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) memberi kewenangan pada sekolah untuk menggali dan
menggunakan sumber dana sesuai keperluan sekolah. Sumber dana dalam proses
pendidikan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu: (1) pemerintah pusat
dan atau pemerintah daerah, (2) orang tua/wali atau peserta didik, dan (3)
masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat. Berkaitan dengan penerimaan
keuangan dari orang tua/wali murid dan masyarakat ditegaskan dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau UU No. 2 tahun 1989 yaitu
kemampuan pemerintah terbatas dalam pemenuhan kebutuhan dana pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang
tua/wali murid.
Masyarakat
belum tentu dapat menjakau kebijakan sekolah. Secara hukum praktek seleksi
mandiri memang sah karena tidak bertentangan dengan karakter dan
komponen-komponen Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) hal ini banyak terjadi pada jenjang
pendidikan. Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Setiap satuan
pendidikan tidak dapat melepaskan faktor sarana dan prasarana yang dapat dipergunakan
dan menunjang proses pendidikan, proses belajar dan mengajar. Manajemen sarana
dan prasarana bertujuan dapat menciptakan kondisi yang menyenangkan baik guru
maupun murid untuk berada di sekolah. Demikian pula tersedianya media
pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan materi pelajaran sangat diperlukan
manjerian pengelolala pendidikan di satuan pendidikan. manajemen Hubungan
Masyarakat
Hubungan
antara sekolah dengan orang tua/wali murid serta masyarakat pada hakekatnya
merupakan suatu sarana sangat berperan dalam membina dan mengembangkan
pertumbuhan pribadi murid di sekolah. Sekolah dan orang tua/wali murid memiliki
hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara
efektif dan efisien. Gaffar dalam Mulyasa menyatakan, bahwa hubungan sekolah
dengan orang tua/wali murid bertujuan antara lain: (1) memajukan kualitas
pembelajaran dan pertumbuhan murid; (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan
kualitas hidup dan penghidupan masyarakat; dan (3) menggairahkan masyarakat
untuk menjalin hubungan dengan sekolah (Mulyasa, 2002:50). Pada konsep
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) , manajemen hubungan sekolah dengan orang tua
wali murid diharapkan berjalan dengan baik. Hubungan yang harmonis membuat
masyarakat memiliki tanggung jawab untuk memajukan sekolah. Penciptaan hubungan
dan kerja sama yang harmonis, apabila masyarakat mengetahui dan memiliki
gambaran yang jelas tentang sekolah. Gambaran yang jelas dapat diinformasikan
kepada masyarakat melalui laporan kepada orang tua wali murid, kunjungan ke
sekolah, kunjungan ke rumah murid, penjelasan dari staf sekolah, dan laporan
tahunan sekolah. Melalui hubungan yang harmonis diharapkan tercapai tujuan
hubungan sekolah dengan masyarakat, yaitu proses pendidikan terlaksana secara
produktif, efektif, dan efisien sehingga menghasilkan lulusan yang produktif
dan berkulitas. Lulusan yang berkualitas akan terlihat dari
penguasaan/kompetensi murid tentang ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang dapat dijadikan bekal ketika terjun di tengah-tengah masyarakat (out
come). Sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya
otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan , pengembangan pengetahuan dan
ketrampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan
pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil. Adanya peran serta
masyarakat secara aktif dalam hal pembiayaan, proses pengambilan keputusan
terhadap kurikulum dan intruksional serta non-intruksiona Adanya kepemimpinan
sekolah yang kuat sehingga mampu menggerakkan dan mendayagunakan setiap sumber
daya sekolah secara efektif terutama kepala sekolah harus menjadi sumber
inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah
dalam MBS berperan sebagai designer, motivator, fasilitator dan liaison. Adanya
proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang
aktif. Dalam pengambilan keputusan kepala sekolah harus mengembangkan iklim
demokratis dan memperhatikan aspirasi dari bawah. Adanya guidelines dari Departemen
Pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di sekolah secara
efektif dan efisien Guidelines itu jangan sampai berupa peraturan-peraturan
yang mengekang dan membelenggu sekolah. Artinya tidak perlu lagi petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan MBS yang diperlukan adalah
rambu-rambu yang membimbing. Sekolah harus memilki transparansi dan
akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan pertanggungjawaban setiap
tahunnya. Akuntabilitas sebagai bentuk pertanggungjawaban sekolah terhadap
semua stakeholder. Untuk itu sekolah harus dijalankan secara transparan,
demokratis dan terbuka terhadap segala bidang yang dijalankan dan kepada setiap
pihak terkait. Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah
dan lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa. Perlu
dikemukakan lagi bahwa MBS tidak bisa langsung meningkatkan kinerja belajar
siswa namun berpotensi untuk itu.
Oleh
karena itu, usaha MBS harus lebih terfokus pada pencapaian prestasi belajar
siswa. Implementasi diawali dengan sosialisasi dari konsep MBS, identifikasi
peran masing-masing, pembangunan kelembagaan (capacity building) mengadakan
pelatihan-pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses
pembelajaran, evaluasi atas pelaksanaan di lapangan dan dilakukan
perbaikan-perbaikan.
B. Saran
Agar
implementasi berjalan dengan baik dan berhasil harus adanya keyakinan dan
motivasi dari para guru untuk tidak ragu menggunakan MBS dan secara penuh
menerapkan sistem MBS disekolah Perlu adanya sosialisasi mengenai MBS kepada
seluruh wali murid dan warga sekitar sekolah tingkatkan lagi kualitas tenaga
pendidik yang ada disekolah in manfaatkan sebaik mungkin relasi yang terjadi
diantara masyarakat dan sekolah tingkatkan sarana dan prasarana sekolah dan
perawatan terhadap sarana dan prasarana yang telah ada.
DAFTAR
PUSTAKAN
LAPORAN OBSERVASI IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH |
AF Sahabat
Artikelhttp://abyfarhan7.blogspot.com/2011/12/laporan-observasi-implementasi.html#ixzz1ymOBpZ7G.
Komentar